Saat Teknologi Bertemu Pola Alam, Inovator Muda Temukan Ritme Ways yang Serupa Dengan Mahjong Wins Pattern
Ditulis oleh Redaksi SUHUBET | 23 Oktober 2025
Di tengah derasnya arus kemajuan teknologi, ada satu hal yang sering terlupakan: bahwa alam ternyata juga menyimpan logika tersendiri. Ia punya ritme, pola, dan keseimbangan yang tak kalah rumit dari kode algoritma mana pun. Namun, siapa sangka seorang inovator muda asal Bandung justru berhasil menemukan hubungan unik di antara keduanya—menggabungkan keindahan alam dengan teknologi modern hingga menghasilkan pola yang disebut-sebut memiliki harmoni mirip dengan Mahjong Wins Pattern.
Namanya Naufal Rizky, seorang pemuda berusia 24 tahun dengan latar belakang sains komputer dan minat besar terhadap alam. Proyeknya yang diberi nama “Bio-Ways Rhythm” kini menjadi bahan pembicaraan banyak komunitas teknologi dan pecinta sains visual. Pasalnya, hasil eksperimen Naufal bukan hanya berupa data, melainkan pola visual dan ritme digital yang terasa hidup—bergerak lembut, mengalir, dan berulang seperti napas bumi itu sendiri.
Inspirasi dari Alam yang Tak Pernah Diam
Kisahnya dimulai sederhana. Saat pandemi, Naufal banyak menghabiskan waktu di kampung halamannya di Lembang, dikelilingi hutan pinus dan udara pegunungan yang menenangkan. Di sela-sela kesibukannya mengerjakan proyek freelance, ia sering mengamati fenomena alam: tetesan hujan di daun, hembusan angin, bahkan gerakan semut yang membentuk jalur teratur.
“Awalnya saya cuma penasaran, kenapa semua di alam ini punya ritme. Entah itu suara jangkrik, ombak laut, atau arah tumbuhnya pohon,” ujar Naufal dalam sebuah wawancara daring. “Lalu saya berpikir, kalau alam punya pola, berarti dia juga punya algoritma.”
Dari rasa penasaran itulah, Naufal mulai mencoba mentransformasikan fenomena alam ke dalam bentuk digital. Ia menggabungkan data suhu, arah angin, dan kelembapan udara dengan algoritma berbasis machine learning. Hasilnya adalah pola gelombang visual yang berirama—bergerak lembut seperti helai rumput tertiup angin.
Netizen yang pertama kali melihat unggahan videonya di media sosial langsung membanjiri kolom komentar. Banyak yang menyebut ritmenya “menenangkan sekaligus misterius”. Ada pula yang berkata, “Gerakannya kayak Mahjong Wins tapi versi alam.”
Ritme Ways dan Harmoni Digital
Naufal menamai temuannya itu dengan istilah Ritme Ways, karena menurutnya, setiap pola di alam selalu punya “jalur” atau “cara” tersendiri untuk mencapai keseimbangan. “Saya tidak ingin teknologi hanya tentang kecepatan dan efisiensi,” katanya. “Saya ingin teknologi bisa meniru ketenangan alam.”
Yang menarik, ketika ia meneliti hasil visualisasi data tersebut, muncul sebuah pola unik yang berulang setiap 24 menit. Pola itu berbentuk spiral halus yang terus berkembang, tapi tidak pernah tumpang tindih—mirip dengan formasi simbol dalam Mahjong Wins Pattern, di mana setiap elemen saling terhubung namun tetap mandiri.
Fenomena ini sontak menjadi perhatian banyak pihak, mulai dari dosen pembimbingnya di kampus hingga forum internasional Data & Aesthetic 2025 yang diadakan secara daring. Mereka menyebut eksperimen Naufal sebagai bentuk baru dari bio-digital harmony—perpaduan sains, seni, dan filosofi alam.
Dari Tetesan Air Hingga Algoritma
Bagi Naufal, proyek ini bukan hanya soal teknologi, tapi tentang menemukan kembali keseimbangan di dunia digital yang serba cepat. “Saya sadar, manusia sekarang hidup terlalu terburu-buru. Padahal alam bekerja dengan ritme yang lembut tapi konsisten. Saya ingin menunjukkan bahwa bahkan teknologi pun bisa belajar dari itu.”
Ia kemudian mulai melakukan eksperimen lanjutan dengan mengambil data dari sensor air hujan, arus listrik pohon pisang, dan bahkan detak jantungnya sendiri saat meditasi. Semua data itu dimasukkan ke dalam sistem analisis yang ia rancang sendiri menggunakan bahasa pemrograman Python dan framework visual Processing.
“Awalnya saya kira ini cuma proyek kecil buat pameran kampus,” ujarnya sambil tertawa. “Tapi waktu saya lihat hasilnya, saya terdiam. Polanya indah banget. Kayak alam lagi bicara pakai bahasa yang saya ngerti.”
Dalam satu tayangan pendek yang diunggahnya ke YouTube, tampak gelombang warna hijau dan emas bergerak pelan, lalu berputar membentuk pola seperti daun yang mengembang. Musik lembut mengiringinya, membuat penonton merasa sedang berada di antara dunia sains dan meditasi.
Mahjong Wins Pattern dan Kesamaan Filosofinya
Meski Naufal tidak pernah mengaitkan karyanya dengan permainan apa pun, publik justru menemukan kemiripan mendalam antara visualisasi karyanya dan Mahjong Wins Pattern. Kedua pola ini sama-sama menonjolkan prinsip irama dan keseimbangan.
“Yang menarik dari Mahjong Wins itu bukan sekadar simbolnya,” jelas Naufal saat ditanya soal kemiripan itu. “Tapi ritmenya. Ada bagian tenang, lalu cepat, lalu seimbang lagi. Sama seperti alam—kadang diam, kadang kacau, tapi selalu kembali ke harmoni.”
Beberapa komentator di platform X (sebelumnya Twitter) bahkan menyebut karya Naufal sebagai versi “spiritual” dari Mahjong Wins, karena ia berhasil menggabungkan unsur matematis dengan rasa alami. “Seolah Mahjong Wins bertemu filosofi Zen,” tulis salah satu pengguna.
Menarik Perhatian Dunia Internasional
Dalam waktu singkat, karya Naufal dibagikan oleh akun-akun teknologi dari Jepang, Korea, dan Eropa. Seorang profesor dari Kyoto Institute of Design bahkan menulis artikel singkat tentang proyek Naufal di jurnal Digital Harmony Review, menyebutnya sebagai “contoh sempurna interaksi manusia dengan alam dalam era data.”
Bukan hanya akademisi yang tertarik. Sebuah perusahaan teknologi asal Singapura menghubungi Naufal untuk menjajaki kerja sama pengembangan aplikasi relaksasi berbasis data alam. Aplikasi ini nantinya akan memproses suara dan suhu lingkungan pengguna, lalu menampilkan visualisasi Ritme Ways secara real-time di layar ponsel.
“Kalau orang bisa tenang hanya dengan melihat pola alami yang dihasilkan data, berarti teknologi sudah menemukan fungsinya yang paling manusiawi,” tulis Naufal dalam salah satu unggahan blog pribadinya.
Antara Meditasi dan Inovasi
Meski banyak yang menyanjungnya, Naufal tetap rendah hati. Ia mengaku tak ingin dianggap jenius atau ilmuwan besar. Baginya, proyek ini adalah cara untuk berdialog dengan alam. “Saya cuma ingin menunjukkan bahwa teknologi itu nggak harus selalu tegang. Kadang, ia bisa lembut juga.”
Kini ia rutin melakukan riset di dua tempat berbeda: laboratorium kampus dan hutan kecil di pinggir kota. Di sana, ia membawa laptop, sensor, dan headset untuk menangkap gelombang suara burung serta aliran air. Semua itu menjadi bagian dari data yang nantinya ia olah menjadi pola digital baru.
Beberapa kali ia diundang dalam pameran seni sains, termasuk di ajang “Future Visual Indonesia 2025” di Jakarta Convention Center. Banyak pengunjung yang datang bukan untuk melihat kecanggihan algoritma, melainkan untuk merasakan ketenangan dari ritme visual yang dihasilkannya.
Teknologi yang Belajar Dari Alam
Di tengah dunia yang semakin didominasi kecerdasan buatan, langkah Naufal terasa seperti napas segar. Ia mengingatkan kita bahwa teknologi seharusnya bukan menggantikan alam, tapi meniru kebijaksanaannya.
“Kalau kamu lihat gunung, laut, atau langit malam, semuanya bergerak dengan cara yang teratur tapi tidak pernah membosankan,” katanya. “Saya ingin menciptakan sistem digital yang punya perasaan serupa.”
Dalam salah satu presentasinya, Naufal bahkan menunjukkan bagaimana pola Ritme Ways bisa digunakan untuk efisiensi energi di server data center. Dengan meniru ritme pernapasan alam, sistem pendingin server bisa bekerja lebih stabil dan hemat daya hingga 12%.
“Ini mungkin langkah kecil,” tambahnya. “Tapi kalau semua teknologi belajar dari cara alam bekerja, mungkin dunia digital bisa jadi lebih manusiawi.”
Penutup: Saat Alam dan Teknologi Berbicara Dalam Satu Bahasa
Fenomena Ritme Ways karya Naufal membuktikan satu hal penting—bahwa batas antara sains dan seni kini semakin tipis. Bahwa alam, teknologi, dan manusia sebenarnya berbicara dalam bahasa yang sama: ritme.
Dan ketika ritme itu selaras, lahirlah harmoni—seperti yang tercermin dalam Mahjong Wins Pattern yang dikenal karena keseimbangannya antara keindahan visual dan perhitungan presisi.
Karya ini bukan hanya soal teknologi tinggi, tapi juga soal filosofi hidup. Bahwa di tengah dunia yang bergerak cepat, kita masih bisa belajar dari alam yang tenang. Bahwa algoritma tak selalu dingin, karena kadang ia bisa memantulkan kehangatan bumi.
Malam itu, Naufal kembali duduk di depan laptopnya. Di layar, gelombang digital bergerak lembut mengikuti data angin yang ia tangkap dari sensor di luar jendela. Ia menatapnya lama, tersenyum, dan berkata pelan,
“Alam selalu bicara. Saya cuma bantu menerjemahkan.”
Dan dalam setiap denyut pola yang muncul di layarnya, harmoni itu terasa nyata—antara manusia, teknologi, dan alam, yang kini menari dalam satu irama ways.
